I. Pendahuluan
Banyak
orang berkata bahwa pemikir Islam kontemporer yang temuannya murni dari
pemikirannya sendiri hanyalah M. Syahrur. Dia berhasil mendefinisikan
teori baru: Teori Limit. Bagaimana sebetulnya teori ini?.Inilah yang
akan saya bahas.
Dengan menggunakan metode linguistik, Syahrur berhasil membangun teori batas, yang didasarkan atas pemahaman terhadap dua istilah yang saling bertentangan yakni al-hanîf (melengkung atu bengkok) dan al-istiqâmah (lurus) .
Syahrur
berpendapat bahwa al-hunafâ adalah sifat alami dari seluruh alam.
Langit, bumi, dan bahkan elektron terkecil dari dari kosmos, bergerak
dalam garis lengkung. Al-hanîf merupakan pembawaan fitriah. Manusia,
sebagai bagian dari alam juga memiliki sifat ini; suka yang aneh-aneh
dan cenderung anti keteraturan .
Oleh
itulah mengapa diperlukan aturan dan batasan. Menurut Syahrur al-shirât
al-mustaqîm, adalah sebuah batasan yang diperlukan untuk mengontrol
perubahan itu. Al-shirât al-mustaqîm juga menjadi batasan ruang gerak
dinamika manusia dalam menentukan hukum.
Berangkat
dari dua kata kunci di atas, Syahrûr kemudian merumuskan teorinya yang
banyak memancing kontroversi, yaitu teori batas (nazhariyyah al-hudûd).
Syahrûr menggambarkan hubungan antara al-hanafiyyah dan al-istiqâmah,
bagaikan kurva dan garis lurus yang bergerak pada sebuah matriks dengan
dua sumbu. Sumbu X menggambarkan waktu, sedang sumbu Y sebagai hukum
Allah. Kurva (al-hanafiyyah) menggambarkan dinamika, bergerak sejalan
dengan sumbu X. Namun gerakan itu dibatasi dengan batasan hukum yang
telah ditentukan Allah SWT (sumbu Y).
Keunggulan Teori Batas;
Sahrur
memberikan satu sumbangan besar sekaligus penawaran baru dalam ushul
fiqh; Rekonstruksi metodologi ijtihad. Sebagian besar ayat-ayat hudud
telah di klaim sebagai ayat muhkamat yang berisi penafsiran tunggal.
melalui teori batasnya, sahrur mengajak untuk menggunakan qiraah
mutakarirrah (pembacaan ulang)
Teorinya
juga mempermudah kita melihat hukum Allah dengan lensa yang lebih
jelas, yaitu dengan batas maksimal, minimal, juga terbukanya manusia
untuk berijtihad terhadap hukum yang ada dalam al Quran yang sebelumnya
tidak elastis. Dalam masalah warisan misalnya, dengan teori barunya ini
perempuan menjadi punya hak yang sama seperti laki-laki, padahal ulama’
dulu sudah tidak mau merubah takaran 2 banding 1 untuk laki-laki.
a).
kurang kejelasannya pengelompokan atau penempatan suatu ayat dalam enam
teori batas, khususnya al Hadd al Adna dan al Hadd al A’la. Hukuman
pencuri misalnya. Sahrur memasukkanya dalam teori kedua (Al-Hadd
al-A’la) yang hanya mempunyai batas maksimum. Hukuman pencuri tidak
boleh melebihi potong tangan, bahakan boleh dikurangi karena
mempertimbangkan keadaan pencuri. Lalu, bagaimana jika ada yang
mencuri dokumen (sangat) penting negara, apakah hanya di potong tangan.
Dalam kasus ini, mungkin saja orang lain akan memasukkanya ke teori
pertama (al Hadd al Adna) yang hanya punya batas minimal, dalam hal ini
potong tangan.
b). Sahrur tidak bisa lepas dari
kerangkeng tektualisme. Semua penawarannya, terutama teori batas
berangakat dari teks. Permasalah pokok atas bahasa, menjadikan teori ini
tetap terpenjara dalam aksara Alquran. Ia hanya bermain dalam kata-kata
alquran. Menganilisis kalimat dan ayat lalu memasukannya dalam teori.
Mungkin ini akibat dari keahliannya dalam ilmu eksact yang bersifat
kaku.
Kesimpulan
Keenam model teori batas yang dikemukakan Syahrûr, nampaknya sangat terkait dengan latar belakang pendidikannya di bidang sains. Dalam khazanah pemikiran hukum Islam, pemikiran Syahrûr tersebut merupakan sesuatu yang baru dan nampaknya belum ada pendahulunya.
Secara umum, bisa ditangkap bahwa dengan fleksibilitas hukum Islam berdasarkan model teori batas, Syahrûr bermaksud untuk menyatakan bahwa ayat-ayat al-Qur’ân, senantiasa shalih li kulli zaman, dan Islam merupakan agama terakhir dan bersifat universal yang ditujukan kepada seluruh umat manusia.
Walaupun banyak yang mengatakan pemikirannya liberal, tepengaruh ilmu sains dan paham komunis . serta tidak lepas dari kekangan teks, kita patut mengapresiasi pemikiran sahrur yang menawarkan alternatif lain dalam pembacaan alquran. Metodologinya yang salah satunya tercermin dari teori batas, merupakan upaya seruiusnya untuk mengajak islam keluar dari kungkungan penafsiran tunggal ortodok yang disebutnya sebagai tirani (istibdad).
Daftar Bacaan:
1. Abdullah, Amin. 2003. Introduction in Hermeneutika AlQuran Mazhab Yogya. Yogyakarta: Penerbit Islamika.
2. Burhanuddin. 2003. Artikulasi Teori Batas Muhammad Syahrur Dalam pengembangan Epistemologi Hukum Islam Indonesia”, dalam Hermeneutika AlQuran Mazhab Yogya. Yogyakarta: Penerbit Islamika.
3. Mustaqim, Abdul. 2003. Mempertimbangkan Metodologi Tafsir Muhammad Syahru., in Hermeneutika AlQuran Mazhab Yogya. Yogyakarta: Penerbit Islamika.
4. Shahrour, Muhammad, 2004, Metodologi Fiqh Islam Kontemporer, (Trans. Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin). Yogyakarta: eLSAQ Press
5. Sofanuddin, Aji and Ali Hamdani. 2007. Teori batas Muhammad Sahrur. Semarang: Jurnal ANALISA XII
6. Rumadi, 2006. Renungan Santri.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kesimpulan
Keenam model teori batas yang dikemukakan Syahrûr, nampaknya sangat terkait dengan latar belakang pendidikannya di bidang sains. Dalam khazanah pemikiran hukum Islam, pemikiran Syahrûr tersebut merupakan sesuatu yang baru dan nampaknya belum ada pendahulunya.
Secara umum, bisa ditangkap bahwa dengan fleksibilitas hukum Islam berdasarkan model teori batas, Syahrûr bermaksud untuk menyatakan bahwa ayat-ayat al-Qur’ân, senantiasa shalih li kulli zaman, dan Islam merupakan agama terakhir dan bersifat universal yang ditujukan kepada seluruh umat manusia.
Walaupun banyak yang mengatakan pemikirannya liberal, tepengaruh ilmu sains dan paham komunis . serta tidak lepas dari kekangan teks, kita patut mengapresiasi pemikiran sahrur yang menawarkan alternatif lain dalam pembacaan alquran. Metodologinya yang salah satunya tercermin dari teori batas, merupakan upaya seruiusnya untuk mengajak islam keluar dari kungkungan penafsiran tunggal ortodok yang disebutnya sebagai tirani (istibdad).
Daftar Bacaan:
1. Abdullah, Amin. 2003. Introduction in Hermeneutika AlQuran Mazhab Yogya. Yogyakarta: Penerbit Islamika.
2. Burhanuddin. 2003. Artikulasi Teori Batas Muhammad Syahrur Dalam pengembangan Epistemologi Hukum Islam Indonesia”, dalam Hermeneutika AlQuran Mazhab Yogya. Yogyakarta: Penerbit Islamika.
3. Mustaqim, Abdul. 2003. Mempertimbangkan Metodologi Tafsir Muhammad Syahru., in Hermeneutika AlQuran Mazhab Yogya. Yogyakarta: Penerbit Islamika.
4. Shahrour, Muhammad, 2004, Metodologi Fiqh Islam Kontemporer, (Trans. Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin). Yogyakarta: eLSAQ Press
5. Sofanuddin, Aji and Ali Hamdani. 2007. Teori batas Muhammad Sahrur. Semarang: Jurnal ANALISA XII
6. Rumadi, 2006. Renungan Santri.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sumber: http://abuenadlir.blogspot.com/2010/02/teori-limit-m-syahrur-muhammad-abu.html
0 Comments