Oleh: Mufidatun Ni’mah*
Bukanlah hal baru bagi kita apabila membahas tantang perempuan
dan peran perempuan dalam dunia.Dalam tinjauan etimologinya,kata perempuan
bernilai cukup tinggi,tidak di bawah, akan tatapi sejajar,bahkan lebih tinggi
daripada kata lelaki secara etimologis kata perempuan berasal dari kata
‘’empu’’ yang berarti tuan,orang yang mahir atau berkuasa,juga berarti
kepala,hulu,atau yang paling besar.
Sedangkan gabungan dari kata ’’empu‘’ yaitu ampuan yang berarti
sokong, memerintah, penjaga keselamatan.kata mengampu bisa diartikan’’ menahan
agar tak jatuh atau menyokong agar tidak runtuh.kata mengampukan berartii
memerintah (negri). Dilihat dari sudut sejarah pergerakan nasional pun,kata
perempuan_lah yang telah menyumbangkan konstribusi historisnya. ‘’kongres
perempuan indonesia pertama’’ yang berlangsung pada tanggal 22 Desember 1928 di
Yogyakarta(Rahayu, ‘96) didalam kongres ini telah di sepakati bahwa persamaan
derajat hanya bisa dicapai bila susunan masyarakatnya tidak tejajah.
Perkembangan peradaban di dunia Baarat dan Timur yang semula
tumbuh dan berkembang dalam lingkup budaya dan ideologi patriarkis kini telah
terkikis dengan meninggalkan berbagai dampak negatif dalam aspek kehidupan dan
struktur masyarakat serta telah menciptakan ‘’ketimpangan gender’’. Seringkali kita mendengar bahasan tentang perempuan yang hanya
sebagai konco wingking (teman belakang)bagi suami.pernyataan tersebut tidak
harus dibenarkan,karena keduanya saling bekerja sama. Dengan adanya kesetaraan
hak dan kewajiban,Sejatinya perempuan bukanlah sosok yang sekadar bertugas
masak,macak,dan manak sebagaimana di gambarkan dalam kehidupan masyarakat
jawa(patriarkat) tafsiran atas perempuan itu adalah masa lalu,kini masyakat
Jawa bukan lagi melihat perempuan sekadar masak, macak, manak. Perempuan sudah
menjadi sosok yang berperan besar dalam kehidupan. Bahkan ,lahirnya tokoh tokoh
besar tak bisa dipisahkan dari perempuan yang melahirkannya.
Sejatinya permpuan dan laki laki itu mempunyai hak dan kewajiban
yang sama,tidak ada pembedaan diantara keduanya.Laki laki mengenyam bangku
pendidikan demikian pula perempuan berhak menggeluti dunia
pendidikan.Jika berbicara hal tersebut teringat dengan sosok pahlawan perempuan
yaitu R,A kartini yang memperjuangkan hak hak perempuan agar sama dengan laki-laki.
Dalam cakupan luas perempuan berhak berpartisipasi dalam bidang
politik.Karenanya permpuan bisa memimpin,memimpin masyarakat ataupun dalam
keluarga,baik itu memimpin anak, memimpin dan mengurus keuangan rumah tangga.
Orang perempuan juga bisa melakukan pekerjaan orang lelaki entah
itu pekerjaan berat atau ringan,, seperi halnya orang permpuan bekerja sebagai
kernet atau sebagai kuli bangunan.meskipun hal tersebut dipandang kurang
baik,atau yang sering disebut penyimpangan namun penyimpangan positif. Karena hal demikian dalam konteks positif pula,yaitu untuk
mencari uang dengan cara halal. Begitupun orang laki laki bisa melakukan
pekerjaan yang sudah menjadi unen unen ‘’kodrat perempuan yaitu memasak,di era
sekarang ini banyak pekerja di restoran yang karyawan kususnya yang menjadi
koki adalah laki laki. Dari situ kita bisa tarik pemahaman tentang kesetaraan
permpuan dengan laki laki.
Jadi perempuan harus mengoptimalkan potensi yang ada pada
dirinya,tidak menyalah gunakan kesetaraan.Potensi potensi yang dimiliki kaum
perempuan sangatlah banyak dan layak untuk di ekspresikan didunia,tidak hanya
memperlihatkan dan menunjukan bahwasannya mampu akan hal ini,mahir akan hal itu
namun mereka tidak bisa membuktikan dan menunjukkan keahlian dalam bidangnya
sehingga banyak yang beranggapan itu omong kosog dan omongan yang tidak ada
realitanya. Jangan sampai dunia berkata seperti itu pada kaum perempuan,kaum
yang setara dengan laki laki dan haruslah sama perlakuan diantaranya.
Disebutkan pula dalam KBBI yang menjelaskan dilihat dar kata
perempuan berati wanita,lawan lelaki dan ‘’istri’’.Sedangkan keperempuanan
berati kehormatan sebagai perempuan . Disinilah muncul kesadaran dalam menjaga
harga dan martabat manusia bergender feminim. Tersirat juga disini makna ‘’kami
jangan diremehkan’’ atau kami punya harga diri. Nah dari situlah kita tahu mana
hak perempuan dan sikap yang seharusnya dimiliki kaum hawa. Tak kalah
pentingnya juga kaum laki laki danperempuan harus menjauhkan diri dari sifat
fatalisme yaitu paham atau cara pandang hidup,disebut prinsip dalam menjalani
kehidupan yang selalu menghilangkan peran dan inisiatif diri sendiri
secara mutlak terutama pada saat problema kehidupan.
Balik Lagi pada Bahasan Diatas
Sesuai dengan kemampuan tidak terkait dengan jenis kelamin
prinsip dasar dalam konvensi adalah substantif ,non diskriminatif
dan prisip kewajiban negara. Peran yurisprudensi berspektif gender
seharusnya bisa di manfaatkan secara optimal untuk pemberdayaan perempuan dalam
pembangunan bekelanjutan dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender. Keberhasilan perbandingan perempuan dimaksudkan sepenuhnya tergantung
pada pelaksanaan penerapan dan penegak hukum yang diperankan oleh aparat
penyelenggara negara dan oleh kaum perempuan sendiri.
*Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
Sumber: http://www.rimanews.com/read/20131106/125303/pembangunan-berkelanjutan-dalam-kesetaraan-gender
0 Comments