Oleh: Laili Zulfa*
Perempuan di era sekarang
banyak kita temukan di setiap kalangan sudut. Baik dari segi lahiriyah maupun
batiniyah. Ketika kita melihat sesosok perempuan dengan bergaya hidup hedonis
yang biasa dijuluki dengan julukan moderinitas. Bisa dikatakan perempuan yang
tidak mau ketinggalan fashion, bergaya glamor dan selalu menganut trend negara
barat. Namun, makna Moderinitas yang dimaksudkan disini ialah Perempuan yang
memiliki kehidupan ganda. Dalam konteks selain menjadi seorang perempuan
sempurna, dia (perempuan) juga bisa menggunakan kelebihannya tersebut untuk
mengikuti berbagai kegiatan ekstra. Seperti yang kita lihat saat ini. Banyak
seorang perempuan yang ikut terjun dalam kancah dunia politik. Mereka saling
menunjukkan kelebihan masing-masing yang mereka miliki. Sehingga
terjadilah persaingan yang sangat ketat.
Gambaran diatas menjelaskan
dunia perempuan dimasa sekarang maupun mendatang. Tidak pada perempuan yang
dulu. Salafiyah?. Ketika kita mendengar kata tersebut maka ada kaitannya
mengenai dunia pesantren. Kehidupan pesantren tidak jauh beda dengan kehidupan
anak kost, sebenarnya. Letak perbedaannya hanyalah proses belajar dan
lingkungan hidupnya. Namun orang berpendapat bahwa tinggal di pesantren atau
sering disebut ponpes (Pondok Pesantren) akan menjadikan kita berfikir
terbelaka, serba ketinggalan, gaptek, harus tunduk dan patuh terhadap kyai dan
nyai. Padahal tunduk dan patuh terhadap kyai dan nyai ialah salah satu wujud
rasa hormat terhadap sesepuh (pengajar). Karena dalam hal tersebut kyai dan
nyai memiliki peran yang sangat penting “melakuakan transmisi ilmu
pengetahuan”. Berbeda dengan anak kost yang setiap waktu bisa keluar
kemana-mana, bermain tanpa tujuan, berfoya-foya. Itu semua tidak membuahkan
manfaat melainkan akan timbul sifat pemboros dan menjurus dalam dunia
bermewah-mewahan serta hidup dengan kebebasan.
Pesantren tidaklah semua
itu tidak bagus. Mengapa demikian?. Pesantren merupakan lembaga pendidikan
tertua di Indonesia yang mempunyai sistem pendidikan terbaik sebelum masa
penjajah negara Belanda muncul. Jadi tidak heran jika Pesantren mempunyai peran
penting dalam memajukan pendidikan serta penyebaran agama Islam sendiri. Namun,
sering orang mengartikan jika sudah berada dalam lingkungan pesantren kita kaum
hawa tidak akan bisa mengembangkan bakat yang ada pada diri masing-masing. Itu
semua tergantung pada setiap lembaga tersebut. Sebenarnya dengan ketidak
bolehan apa-apa itu bukan berarti duduk diam manis. Melainkan ketidak bolehan
itu ialah sebagai perempuan alangkah baiknya berdiam dan menjalankan tugas
layaknya sebagai perempuan sempurna. Karena para mereka berpendapat yang boleh
melakukan kegiatan yang sekiranya tidak mampu dilakuakan perempuan itu adalah
tugas mereka para kaum adam, pendapat dalam agama Islam. Terus bagaimana dengan
emansipasi perempuan? Apakah harus duduk berdiam diri? Bagaimana dengan
kesetaraan Gender tersebut?.
Ketika berbicara emansipasi
dengan kesetaraan Gender. Sebenarnya kedua kata tersebut memiliki maksud yang
berbeda. Namun orang-orang awam maupun sekarang sering mengartikan kedua kata
tersebut memilki makna yang sama. Mengapa demikian?
Emansipasi itu sendiri
ialah memberikan hak kepada sekelompok orang maupun perorangan yang sebelumnya
hak tersebut telah dirampas oleh orang lain. Bisa saja orangtua, keluarga,
orang lain, teman. d.l.l . sedangkan kesetaraan gender itu sendiri ialah suatu
level, tingkatan, kedudukan, peran, sifat, sikap, perilaku, dan keadaan setara
dimana hak antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan sama. Kedua hal tersebut
yang selalu menjadi perdebatan. Jika kita hidup masa sekarang maupun masa
mendatang,kaum perempuan akan mempertahankan hak-haknya dan akan memberlakukan
kedua kata tersebut “emansipasi dan kesetaraan gender”. Dan jika kita hidup
dimasa sebelum era revormasi, dimana Indonesia masih mengalami masa penjajahan.
Kaum perempuan tidaklah mungkin menggunakan kedua kata tersebut untuk
mempertahankan hak-haknya sebagai perempuan. Itulah yang menjadi pembeda antara
perempuan moderinitas dengan salafiyah.
Ketika mengetahui hal
tersebut, langkah yang tepat ialah kita sebagai kaum perempuan tetap
mempertahankan hak-hak asasi perempuan tanpa meninggalkan kewajiban kita
sebagai naluri perempuan.
Tidaklah sulit untuk memadukan hal tersebut. Karena
sudah dibuktikan dengan banyaknya perempuan yang memiliki jiwa kepemimpinan.
Akan tetapi tidak mengurangi kodratnya sebagai perempuan sejati. Untuk bisa
tersebut, dibutuhkan suatu wadah untuk menampung dan mengembangkan bakat-bakat
perempuan tanpa mengurangi hak asumsinya. Misalnya, mendirikan suatu lembaga
yang isinya memberikan penyuluhan terhadap perempuan, mendirikan pesantren yang
modern dimana didalamnya mengadakan aktifitas-aktifitas yang mendukung dan
melakukan kesetaraan gender terhadap kaum hawa. Mengenai pesantren modern sudah
dibuktikan diberbagai wilayah. Misalnya pesantren yang mengikuti moderinitas
ialah pesantren Darussalam Gontor yang letaknya di Jawa Timur tepatnya kota
Ngawi dan Ponorogo , pesantren Assalam terletak di Jawa Tengah tepatnya di kota
Surakarta, dan pesantren Al-Himmah terletak di Jawa Barat tepatnya di kota
Sukabumi.
Dengan adanya berbagai
contoh tersebut, seharusnya mendukung dengan adanya kesetaraan gender. Dan bisa
memaknai perempuan yang moderinitas itu gimana serta perempuan yang salafiyah
itu gimana. Jadi bisa dikatakan tidak selamanya perempuan hidup di era sekarang
itu buruk. Melainkan perempuan yang hebat karena bisa membawakan dirinya dalam
dua tanggung jawab. Yaitu sebagai Ibu rumah tangga dan perempuan berkarir. Jika
menemukan perempuan tersebut seharusnya kita memberikan jempol plus-plus.
Karena tidak semua perempuan bisa seperti itu. Butuh adanya lembaga khusus
untuk bisa mengembangkan bakat yang sudah dimiliki baik yang sudah terlihat dari
sejak lahir maupun yang terlihat setelah adanya suatu bimbingan tersebut.
*Aktivis HMI Komisariat Dakwah
0 Comments