Oleh: Mokhamad Abdul Aziz*
Tanggal 28 Oktober, para pemuda Indonesia akan memperingati peristiwa penting bagi bangsa Indonesia. Peristiwa penting itu tidak
lain adalah “Sumpah Pemuda”. Peristiwa yang terjadi pada 1928 itu mengandung arti penting perjuangan bangsa Indonesia dalam rangka
mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini penting untuk direnungi, karena berawal dari situlah spirit kemerdekaan muncul. Diakui atau
tidak, pemuda memang memiliki peranan penting dalam perjalanan bangsa Indonesia
hingga saat ini. Mulai dari sumpah pemuda,
pergerakan-pergerakan melalui organisasi kepemudaan dalam melawan penjajah,
ketika memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945, hingga peristiwa merebut
reformasi 1998, semua itu tidak bisa lepas dari pemuda-pemuda yang progresif di
zamannya.
Sangat tidak logis, jika pemuda dikesampingkan dalam
membangun sebuah negara. Sebab, para pemuda lah yang biasanya memiliki
gagasan-gagasan progresif untuk menciptakan negara yang maju. Inilah yang
seharusnya diterapkan oleh para pemuda Indonesia saat ini. Jika para pemuda
tahun 1928 ikut berperan memikirkan bagaimana agar Indonesia dapat segera
merdeka dan menjadi negara yang demokratis, maka apa yang seharusnya
disumbangkan pemuda untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia? Pertanyaan
yang sangat filosofis dan mendasar untuk membangun sebuah bangsa.
Seperti yang telah menjadi perbincangan dimana-mana,
negara ini sekarang telah mengalami situasi yang sangat berbahaya. Persoalan
yang sangat serius yang dihadapi Indonesia sampai saat ini adalah masalah
korupsi. Entah apa yang menjadikan korupsi semakin menggurita? Pertanyaan yang
sangat mudah untuk dijawab, tetapi sangat sulit untuk direalisasikan.
Nageri
Kleptokrasi
Begitu luar biasanya korupsi di Indonesia, maka tidak
heran jika negeri ini sekarang disebut sebagai negara kleptokrasi, yaitu negara
yang pemimpinnya adalah para pencuri. Sebenarnya apa yang menyebabkan pejabat,
bahkan seorang akademisi juga melakukan korupsi, yang jelas-jelas dibenci
rakyat (dan Tuhan). Apakah gara-gara kultur birokrasi yang memang
sudah mengarah ke pusaran korupsi atau hanya persoalan idealisme dan paradigma
semata? Namun, yang pasti faktor utama penyebab para pejabat menggarong uang
rakyat adalah gaya
hidup yang kian hedonistis.
Sikap
hidup hedonistis di kalangan petinggi negara ini disebabkan oleh minimnya spiritualitas. Dengan kata
lain, mereka hanya mengedepankan kecerdasan intelektual sedangkan spiritual
yang dmiliki tidak memadai. Akibatnya, mereka tergiur dengan pernak-pernik
kehidupan dan lalai tentang apa yang telah menjadi hak dan kewajiban.
Petinggi-petinggi negara yang hedonistis, cenderung
bersikap apathis terhadap masyarakat. Mereka dibutakan dengan fasilitas yang
diberikan negara. Padahal, maksud dari semua itu tidak lain agar kinerjanya
semakin efektif. Tetapi, para petinggi
negara salah dalam memahami hal tersebut. Fasilitas yang diberikan
justru dijadikan ajang untuk hidup bermewah-mewahan (hedonistis). Ironisnya,
dengan fasilitas tersebut menyebabkan mereka tidak peduli dengan kondisi
masyarakat. Bahkan, banyak hak-hak masyarakat yang dirampas untuk memuaskan
nafsu hedonistis mereka.
Tindakan tersebut, tidak sesuai denga tugas dan kuwajiban
pemerintah yang termaktub dalam pembukaan Undang-undang Dasar tahun 1945.
Yaitu, “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan social”.
Berdasarkan uraian diatas, seharusnya para petinggi
negara tidak melakukan tindakan seperti itu. Tanggung jawab mereka adalah
masyarakat, bukan kepentingan individu. Apalagi tindakan yang mengarah pada
perilaku korupsi, itu merupakan kedzaliman yang besar. Masyarakat yang sudah
cukup menderita dengan kemiskinan, hak-haknya justru dirampas. Seharusnya, para
petinggi negara mencontoh pemerintahan pada masa Rasullah dan para sahabat.
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad dan Khulafau al-Rosyidin,
hak-hak masyarakat sangat diperjuangkan. Kita dapat mengambil contoh dari
pemerintahan Umar bin Khatab. Beliau rela terjun langsung di tengah-tengah
masyarakat dengan tujuan mengetahui keadaan mereka. Jika masih ditemukan
masyarakat yang kelaparan, beliau langsung membawakan makanan.
Itulah perjuangan yang seharusnya diteruskan oleh para
pemuda saat ini. Para pemuda harus tampil di depan sekali untuk mengawal dan
mengisi perjuangan bangsa Indonesia. Dengan idealisme dan independensi yang
dimiliki oleh para pemuda, penulis yakin jika bangsa Indonesai akan mampu
terbebas dari praktik-praktik yang merugikan rakyat, terlebih korupsi. Namun,
semua itu dibutuhkan keseriusan dan effort
yang tinggi dalam rangka mewujudkan Indonesia tanpa korupsi. Pemuda harus
menjadi orang yang shalih dan mushlih. Dengan kata lain, selain pemuda
harus baik, maka pemuda juga harus mampu memperbaiki keadaan sekitar. Dengan
begitu, peran pemuda akan lebih mudah untuk dijalankan.
Pemuda sekarang adalah pemimpin masa depan. Maka
bagaimana bisa Indonesia akan menemukan kemajuan, jika pemuda saat ini
kondisinya rusak dan tidak punya idealisme. Seperti yang dikahawatirkan
penulis, saat ini pemuda Indonesia sedang kehilangan taringnya. Tidak seperti
masa-masa yang lalu, begitu luar biasa peranan pemuda untuk perjuangan bangsa
Indonesia, kini sifat dan sikap itu telah pudar. Sebenarnya apa yang
menyebabkan pemuda seperti kehilangan arah? Penulis bersumsi bahwa sekarang ini
pemuda telah kehilangan musuh bersama (common
enemy).
Jika sebelum kemerdekaan, pemuda begitu luar biasa
perannya, karena menganggap musuh bersamanya adalah penjajah; masa orde baru,
juga begitu penting peranannya, karena menganggap Soeharto sebagai musuh
bersama yang harus diperangi, maka saat ini yang harus dianggap sebagai musuh
bersama adalah kurupsi. Oleh sebab itu, pemuda harus menyatukan tekad dan
tujuan untuk melawan musuh yang begitu kuat saat ini, yang tidak lain adalah
korupsi. Jika sudah demikian, maka pemuda akan menerapkan segala aktivitasnya
denga terbebas dari praktik yang sangat melanggar hak asasi orang banyak
tersebut. Memang hal itu tidak mudah untuk dilakukan, tetapi semua tidak ada
yang tidak mungkin. Bersumpahlah pemuda! Lawan korupsi di negeri ini! Wallahu a’lam bi al-shawaab.
*Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Dakwah Walisongo Semarang Periode 2013-2014.
0 Comments