Kegiatan
gereja dalam beberapa pekan terakhir ini sedang ramai-ramainya. Kegiatan
tersebut dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan acara Natal yang akan
berlangsung pada Kamis (25/12) mendatang. Di beberapa gereja kota Semarang,
antusiasme umat Kristiani mempersiapkan perayaan Natal ini sangat terlihat dari
banyaknya orang yang hadir di tempat ibadah tersebut setiap harinya. Suara
merdu nan gemulai keluar dari mulut kelompok paduan suara di dalam gereja.
Selain
mempersiapkan Natal, umat Kristiani tidak kalah gencar menggalakkan kegiatan “dakwah”
lainnya. Sebagaimana yang sudah ramai tersiar di beberapa media cetak maupun
elektronik, beberapa waktu lalu beredar video kristenisasi terselubung pada Car
Free Day (CFD) sepanjang Jalan M. H. Thamrin silang Monas hingga Bunderan
Hotel Indonesia (HI), Jakarta. Sebuah kelompok yang mengaku kelompok universal
dan nasionalis berbondong-bondong melakukan ‘dakwah’ dengan cara membagikan
permen dan kalung dengan bergambar simbol-simbol agama Kristen.
Jika kasus tersebut dilakukan secara
terselubung, dengan tidak langsung mengatasnamakan agama Kristen, di Desa Delik
Sari yang bertempat di Jalan Kolonel Hadiyanto Kelurahan Sukorejo Gunung Pati
Semarang justru lebih terbuka. Aksi dari kelompok gereja yang mempunyai misi
khusus, dilakukan di desa yang mayoritas ekonominya rendah ini dengan sangat
terorganisir. Dari awal mula desa ini didirikan tahun 1987, tanah desa Delik
Sari dahulu adalah milik Yayasan Sugijapranata. Tanah itu kemudian dijual
dengan sistem angsuran kepada orang yang akan menempati tanah tersebut. “Sekarang
semua sudah lunas nyicil tanahnya,” jelas Trimo Ketua RT. 05 RW. 06 Desa Delik Sari
saat ditemui di rumahnya.
Tidak hanya membantu penyediaan tanah
untuk tempat tinggal, Yayasan Sugijapranata juga memiliki gereja yang berdiri
di sekitar Desa Delik Sari. Gereja bernama Isa Almasih itu berjarak dengan desa
hanya sekitar 100 meter. Kelompok yang tergabung dalam gereja tersebut juga
tidak jarang mengadakan kegiatan sosial melibatkan masyarakat Delik Sari,
seperti pengobatan gratis dan kegiatan anak-anak yaitu bimbingan belajar,
dipandu mahasiswa Universitas Semarang dengan bertempat di gereja. “Sebelum
acara (pengobatan gratis) di gereja dimulai, mereka disuruh berdo’a dan nyanyi
ini dan itu,” kata Trimo menjelaskan.
Dia juga berpendapat bahwa untuk
menambah antusias mengikuti bimbingan belajar, anak-anak usia empat sampai 12
tahun itu diberikan snack oleh mereka. “Tiap hari Minggu diajak ke
gereja, nyanyi, dikasih jajan kayak kue ulang tahun gitu,” Ucap Taufiq anak
kelas 4 Sekolah Dasar itu. Ekonomi masyarakat yang mayoritas
berada pada tingkat rendah, seperti buruh, pemulung, dan pengemis, memang
menjadi sumbangsih yang cukup besar dalam mempengaruhi keberhasilan ajakan
kelompok gereja tersebut. Imam Masjid At-Taqwa Delik Sari, Wagimin menegaskan,
bahkan ada orang tua yang menyuruh anaknya untuk wajib ikut, karena dengan
turut serta dalam kegiatan yang diadakan, mereka akan diberi uang saku.
Di sisi lain, kegiatan Islamisasi yang
ada tetap berjalan di desa ini. Mbah Sipon mengatakan, ada beberapa kegiatan
pengajian yang diadakan dalam sepekan di Masjid At-Taqwa di tengah desa Delik
Sari, yaitu pengajian khusus laki-laki pada Kamis malam, pengajian khusus
perempuan pada Rabu malam dan setiap Minggu kliwon. “Senin malam selasa itu
pengajian syari’ah, dari masjid ini dulunya langgar, Pak Muslimin sudah sering
ke sini,” ujarnya.
Dalam pengajian tersebut sering juga
mengalami ketidakefektifan, karena terkadang Kyai atau Pemimpin pengajian tidak
bisa datang. Dan pada akhirnya pengajian dilaksanakan dengan seadanya.
Supangat, Ketua RW. 06 Delik Sari ini
juga mengatakan dirinya selalu berusaha mewujudkan masyarakat yang peduli
lingkungan dan peningkatan moral yang lebih baik dari sekarang, karena
dirasakannya warga RW. 06 masih acuh tak acuh dengan lingkungan. “Memang
kembali lagi ke ekonomi yang tidak berkecukupan, tapi setidaknya pada
lingkungan sekitarnya itu lebih diperhatikan,” tandasnya. Dia juga dengan senang hati akan
memberikan izin apabila ada kegiatan sosial dari luar yang bertempat di Delik
Sari. “Selama kegiatan itu memberikan dampak positif dan kemajuan Delik Sari,”
tegasnya.
Sementara sebelumnya, ditemui di tempat
terpisah, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Dakwah Walisongo
Semarang Periode 2013-2014 mengatakan bahwa mahasiswa islam, terutama dari
Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) harus memiliki gerakan nyata melawan
kristenisasi itu. “Saya pernah survey langsung ke desa itu. Islam di sana
memang sangat memprihatinkan. Dulu, saya pernah ingin membawa salah satu agenda
HMI Komisariat Dakwah ke Delik Sari. Namun, kurang dukungan dari kawan-kawan
waktu itu,” ujar mahasiswa Jurusan KPI tersebut.
“Tidak ada jalan lain, kecuali
melakukan perlawanan. Kita sebagai mahasiswa Dakwah harusnya mampu melakukan
gerakan dakwah di desa itu,” kata Aziz menambahkan. Rata-rata pemahaman
keagamaan masyarakat Delik Sari memang minim. Apalagi anak-anak yang ada di
sana, sejak misionaris gereja turun ke masyarakat melakukan gerakan
kristenisasi, sangat membutuhkan pengajaran Islam. “Kawan-kawan HMI Dakwah
misalnya bisa mengajari ngaji anak-anak yang di sana setiap minggunya. Atau
mengajarkan dasar-dasar agama, misalnya rukun Islam, iman, akhlak, dan lainnya.
Saya kira itu tugas yang luar biasa jika teman-teman Dakwah sanggup,”
pungkasnya.
Sementara Kabid KPP HMI Komisariat
Dakwah RM Tubagus Musthofa masih akan mempertimbangkan usulan Mokhamad Abdul
Aziz itu. “Iya, kami akan rapatkan dulu. Semester depan semoga bisa kami
lakukan kegiatan di Deliksari,” kata Bagus saat dimintai pendapat soal usualn
islamisasi tersebut.
0 Comments