Oleh: Agusti Alfi Nurul Insani (Sekjend di Komunitas Santri Canggih, Peneliti muda di Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN),
Semarang.
Masa kanak-kanak merupakan masa penting
dalam perkembangan manusia. Para ahli sering menyebut tahap perkembangan ini
dengan istilah the golden age. Sebab, pada masa ini, otak anak
mempunyai kemampuan untuk menyerap segala pengetahuan dan informasi dengan
cepat. Menurut Clark, otak anak memiliki jumlah antara 100-200
milyar sel otak. Dengan kisaran sebesar itu, jika anak terus didukung
perkembangannya dengan memberikan stimulus-stimulus yang baik, maka dia akan
menjadi manusia hebat ketika dewasa kelak. Begitu juga sebaliknya, jika
stimulus-stimulus yang diberikan banyak yang bermuatan negatif, maka
pertumbuhan anak itu akan menjadi tidak optimal dan cenderung tidak baik.
Oleh sebab itu, untuk membentuk
calon-calon pejuang bangsa yang memiliki kemampuan untuk membawa kemajuan
Indonesia di masa depan, maka mendidik dan mengoptimalkan kecerdasan—baik itu
kecerdasan intelektual, emosional, maupun spiritual—anak merupakan cara yang
paling efektif. Namun, dewasa ini terdapat banyak faktor eksternal yang
dapat menghambat perkembangan potensi emas yang dimiliki oleh anak tersebut.
Salah satu faktor eksternal tersebut adalah tayangan televisi yang kurang
mendidik, atau bahkan memberikan efek negatif bagi anak.
Pada umumnya acara-acara televisi,
khususnya acara anak memang sudah dikemas semenarik mungkin, agar dapat menarik
perhatian dan minat anak, sehingga anak tersebut selalu ingin menontonnya.
Sebagai tontonan anak, acara-acara tersebut seharusnya dibalut dengan
nilai-nilai atau informasi-informasi yang dapat memberikan stimulan yang baik
bagi perkembangan anak. Namun, fakta yang terjadi tidak menunjukkan hal yang
demikian. Saat ini, ada beberapa program tayangan televisi yang justru dapat
menghambat perkembangan atau bahkan memberikan pengaruh yang tidak baik bagi
anak.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai
ada sejumlah adegan pada program anak-anak yang dapat berdampak buruk bagi
perkembangan fisik dan mental anak. Muatan itu berupa kekerasan fisik,
penggunaan senjata tajam dan benda keras untuk menyakiti dan melukai, kata-kata
kasar, atau bahkan melakukan perilaku yang tidak pantas. Selain itu, KPI juga
menyoroti adanya unsur-unsur mistis, muatan porno, dan sifat-sifat negatif,
seperti marah, serakah, pelit, rakus, dendam, malas, dan lain-lain dalam
tayangan untuk anak.
Untuk menindaklanjuti hal yang demikian,
KPI telah melakukan kajian bersama sejumlah pakar mengenai tayangan anak dan
kartun. Berdasarkan kajian tersebut, KPI menemukan sejumlah tayangan yang
mengandung muatan-muatan kekerasan dan berbahaya dan mengklasifikasikannya
menjadi tiga kategori. Pertama, program anak yang dianggap
baik. Sebab, program-program anak tersebut memberikan inspirasi dan kaya muatan
edukasi bagi anak. Oleh sebab itu, program ini tidak dilarang tayang, bahkan
sangat dianjurkan untuk dijadikan acara tontonan bagi anak. KPI mencatat ada
tujuh tayangan yang termasuk ke dalam kategori ini, yaitu Dora The Explorer
(Global TV), Adit Sopo Jarwo (MNC TV), Laptop Si Unyil (Trans 7), Curious
Goerge (ANTV), Thomas and Friends (Global TV), Unyil Keiling Dunia (Trans 7),
dan Disney Junior (MNC TV).
Kedua, tayangan anak dan kartun yang termasuk ke dalam
kategori hati-hati. Ada dua tayangan yang termasuk ke dalam kategori ini, yaitu
Crayon Sinchan (RCTI) dan Spongebob Squarepants (Global TV). Adapun klasifikasi
program anak yang ketiga adalah tayangan yang termasuk ke dalam kategori
bahaya, yaitu Bima Sakti (ANTV), Little Krisna (ANTV), dan Tom and Jerry (ANTV,
RCTI, dan Global TV). Program ini dirasa akan mengakibatkan efek-efek negatif
bagi perkembangan moral dan intelektual anak. Oleh sebab itu, KPI mengeluarkan
larangan tayang untuk program-program tersebut.
KPI akan terus mengawasi seluruh
tayangan di televisi, terutama tayangan yang ditujukan untuk anak-anak.
Selanjutnya, KPI akan memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran yang
menayangkan program siaran yang dianggap membahayakan pemirsa, terlebih bagi
anak-anak. Selain melarang pemilik tayangan-tayangan yang termasuk ke dalam
kategori membahayakan, sebagai lembaga yang berwenang, KPI juga memberikan
himbauan kepada televisi untuk tidak memasang iklan tayangan acara yang telah
diberi sanksi.
Seperti yang telah penulis paparkan
sebelumnya bahwa anak mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap
stimulus-stimulus atau informasi-informasi yang diberikan kepadanya. Banyaknya
pengaruh negatif dari lingkungan luar akan menjadi ancaman tersendiri bagi
perkembangan anak jika tidak disertai pengawasan dan bimbingan yang ketat.
Dalam hal ini, pihak yang paling berperan adalah orang tua.
Di samping tanggung jawabnya sebagai
pendidik pertama dan utama, orang tua merupakan pihak yang seharusnya paling
dekat dengan anaknya. Dengan begitu, dia akan dengan mudah memberikan
pengawasan dan bimbingan terhadap anaknya setiap detiknya, termasuk ketika si
anak sedang menonton televisi. Selain itu, orang tua juga harus pandai memilah
dan memilihkan program yang baik untuk perkembangan buah hatinya.
Seorang anak dapat dianalogikan sebagai
selembar kertas putih bersih, yang apabila kertas putih tersebut terus dijaga,
maka kelak kertas itu akan lebih berguna. Begitu pula sebaliknya, jika kertas
itu dibiarkan terkontaminasi oleh noda-noda hitam tinta, maka kertas itu akan
dibiarkan sia-sia. Orang yang bertanggung jawab penuh atas kebersihan kertas
tersebut adalah orang tua. Jadi, vitalitas peran orang tua sangat menentukan
perkembangan kepribadian anak. Wallahu a’lam bi al-shawaab. (Pernah
dimuat di Jateng Pos, Februari 2015)
0 Comments