Aku merasa diri ini tak pantas engkau panggil dengan sebutan Kader HMI ketika kehidupanku mulai tak seimbang antara kegiatan organisasi dan akademik. Padahal dalam tujuan organisasiku telah nyata dijelaskan bahwa organisasi ini bertujuan untuk melahirkan Insan Akademis. Tapi sepertinya aku bersikap acuh tak acuh hingga penyesalan itu kian datang. Dan berujung dengan keputusasaan.
Aku merasa malu sekali, Kawan. Engkau memanggilku dengan sebutan Kader HMI yang pandai menjaga hati. Padahal bisa jadi ketika aku bertemu dengan kawan perjuangan lawan jenis disana, hatiku terpaut tak menentu dan mengotori jalan ke-ikhlasan cintaku kepada-Nya. Bisa jadi engkau lebih pandai menjaga hatimu dari pada aku yang bergelut dengan Organisasi progresif-Revolusioner ini. Bisa jadi ini hanya topeng semata untuk menutupi busuknya hatiku di hadapan mereka yang tak tahu.
Aku sungguh sangat sedih, Kawan. Engkau memanggilku dengan sebutan Kader HMI, padahal bisa jadi engkau lebih hebat mengatur waktu dan amalan yaumiyahmu dibanding dengan diriku. Harus aku akui, bahwa qiyamul lail ku kini sering aku tinggalkan. Sederhana saja, Kawan. Diskusi yang terlampau larut terkadng melenakanku. Jangankan untu Qiyamul lail, terkadang akupun sering dengn sengaja mengabaikan panggilan Tuhan.
Sudah cukup, Kawan. Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi, jika aku hanya berlindung diri dalam kegiatan kaderisasi tanpa membenahi diri menjadi lebih baik.
Sungguh. Ini bukan jalanku menjadi Insan Akademis, ketika Aku tak peduli dengan kondisi kesehatan dan akademikku sendiri. Padahal saudara-saudaraku sudah sering mengingatkanku. Hingga Alu menyesal kini. Dan terkadang Aku malu sendiri karena harus menyusahkan saudara-saudaraku.
Semarang, 26 November 2017
Sumber: Facebook
0 Comments