Dokumen Pribadi/Laili Nuzuli Annur |
Valentine’s Day atau biasa dikenal oleh generasi muda zaman now sebagai hari kasih sayang, dirayakan setiap satu tahun sekali pada 14 Februari. Biasanya, hari kasih sayang diwujudkan dengan menyatakan cinta atau kasih sayang kepada orang-orang terkasih, dengan memberikan simbolis berupa coklat, bunga mawar dan lain sebagainya. Namun realitanya para generasi muda merayakan hari kasih sayang tanpa mengetahui asal muasal yang jelas tentang peristiwa tersebut. Hal ini sungguh ironis bukan? Sebagai bangsa Indonesia yang berkarakter, berpendidikan dan berakal seharusnya wajib mengetahui sejarah peristiwa tersebut sebelum ikut-ikutan merayakannya.
Hari Valentine merupakan tradisi dan kebiasaan-kebiasaan sesat bangsa Barat. Menurut sejarah mitologi Yunani, di Roma Kuno, 15 februari adalah Hari Raya Lupercalia (Dewa Kesuburan, Dewa Pelindung) yang dilambangkan sebagai manusia setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Tradisi tersebut digelar orang-orang Romawi Kuno untuk menghormati Dewa Lupercus. Mereka beranggapan bahwa Lupercus dapat melindungi kerajaan mereka.
Baca Juga: Pemuda Cerdas Memilih
Upacara pemurnian dipimpin oleh pendeta laki-laki (Luperci) dengan mengorbankan kambing-kambing dalam Gua Lupercal di bukit palatin dan dibantu oleh gadis-gadis perawan. Lantas luperci mencambuk para gadis-gadis tersebut dengan tali kulit kambing. Mereka percaya hal tersebut dapat memberikan kesuburan pada sang gadis sehingga mudah untuk memiliki anak dan melahirkan.
Selain itu, bangsa Romawi Kuno juga mengadakan perayaan Juno Februata (Dewa Cinta). Pesta ini di gelar saban 14 Februari. Dengan membuat tulisan dalam secarik kertas yang bertuliskan nama-nama gadis perawan yang digulung, lalu para lelaki mengambil secara acak gulungan kertas tersebut. Mereka lantas dipasangkan dan menjadi pasangan bercinta hingga akhir tahun.
Zaman now ini, hari valentine dijadikan sebagai salah satu hari besar di dunia barat. Namun seiring seiring berkembangnya zaman dan adanya pengaruh globalisasi, Valentine’s day juga merambah ke Indonesia. Perayaan ini menuai kontroversi, pasalnya jika menengok sejarah valentine merupakan tradisi orang-orang musyrik (Yahudi dan Nasrani).
Baca Juga: Bersumpahlah Pemuda Melawan Korupsi
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya muslim, yang berpatokan pada Al-Quran dan Sunnah. Dalam merayakan valentine muda-mudi zaman sekarang tidak hanya memberikan coklat, boneka atau bunga kepada sang kekasih. Namun juga mengarah ke hal-hal yang negatif, seperti seks bebas dan mabuk-mabukan. Mereka mengartikan hari kasih sayang sebagai wadah untuk bercinta. Hal ini sungguh sangat sesat dan bertentangan dengan akidah Islam.
Umat Islam tidak boleh ikut merayakannya. Karena hal itu melanggar hukum Allah yang merupakan suatu tindak kedzaliman. Rasalullah shallallahu’alaihi wasallam telah menjelaskan secara umum kepada umatnya untuk tidak meniru orang-orang kafir. Merayakan Valentine berarti meniru budaya orang kafir.
Melihat sejarah, valentine merupakan perilaku paganisme yang diadopsi menjadi ritual agama Kristen. Allah swt juga telah mencirikan orang-orang beriman. Mereka adalah orang yang tidak menghadiri atau merayakan ritual orang-orang musyrik, semacam valentine. (read : Q.S Al-Furqan [25]:72)
Pada umumnya perayaan Valentine’s day diadakan dalam bentuk pesta pora dan hura hura. Di masa sekarang identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang sederhana seperti pesta, kencan hingga penghalalan praktek zina dengan mengatasnamakan cinta dan kasih. Betapa buruknya hal tersebut.
Logika sesat yang menjadikan perayaan tersebut menjadi semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan melakukan hubungan seksual di kalangan remaja menjadi boleh. Dengan alasan, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Saat sang kekasih meminta bukti cinta, maka keperawanannya diserahkan. Na’udzubillah.
Selain itu, kabut beracun (read: valentines day) tidak lepas dari trik bisnis para pengusaha tempat hiburan, pengusaha hotel, dan lainnya. Akhirnya jadilah perayaan bisnis yang bermuara pada perusakan akidah dan ahlak pemuda Islam (khususnya).
Mengungkapkan rasa kasih sayang memang baik. Tetapi bukan sehari dalam setahun dan bukan berarti pula harus berkiblat pada Valentine’s day yang seolah meninggikan ajaran lain di atas Islam. Islam juga memerintahkan umatnya untuk berkasih sayang. Seperti sabda rasul : “tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga ia cinta kepada saudaranya seperti cintanya pada saudaranya sendiri.”
Baca Juga: Valentine, Ajang Kristenisasi?
Sebuah negara akan maju apabila para muda-mudinya berkualitas. Untuk pembinaan moral dan spiritual generasi muda Indonesia, gerakan penyelamatan sangat diperlukan. Dengan membuat gerakan Say No To Valentine’s Day. Mengajak seluruh komponen pemuda khususnya pemuda Islam untuk menolak Valentine’s day dan mempertahankan tradisi keislaman dengan menutup aurat. Hal ini merupakan langkah yang sangat efektif dan progresif untuk perlawanan terhadap budaya jahiliyyah.
Selain gerakan menutup aurat, hal-hal yang berbau positif juga bisa dijadikan sebagai alat untuk menolak perayaan tersebut, yaitu dengan mengadakan khataman al-Qur’an pada tanggal 14 Februari. Dengan begitu kita telah menjujung tinggi nilai-nilai Islam serta tidak mengotori akidah Islam dengan dalih gaya hidup, toleransi, kasih sayang atau setia kawan. Wallahu a’lam.
Oleh: Laili Nuzuli Annur, Ketua Umum HMI Komisariat Dakwah Walisoongo Periode 2018-2019. Mahasiswi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Walisongo
Sumber: Militan.co
0 Comments