Bila kita membaca buku karangan Michael H. Hart, yang berjudul "100 Tokoh paling berpengaruh di Dunia", maka kita akan menemukan nama salah satu filsuf politik yang juga politisi tersohor dari Italia pada abad ke-15-16 bernama Nicolo Machiavelli. Dia terkenal dengan pandangan politiknya yang disampaikan sebagai saran untuk penguasa pada saat itu yang ingin merebut dan mengukuhkan kekuasaanya harus dengan cara-cara yang licik, curang dan kebohongan-kebohongan yang dibalut dengan kekearasan sekalipun. Tak khayal pandangan politik nya dicerca banyak orang dan juga dinilai sebagai sebuah tindakan yang tak bermoral. Namun demikian banyak juga yang memuji nya sebab apa yang ia sampaikan sebagai sebuah realitas yang ada di dunia perpolitikan pada waktu itu.
Nicolo Machiavelli lahir di Florence, Italia pada tahun 1469. Ayahnya berprofesi sebagai seorang pengacara didaerahnya. Saat masa mudanya, Florence diperintah oleh Lorenzo The Magnificient, merupakan salah satu dari keluarga yang terkenal yakni keluarga Medici. Pada tahun 1492, Lorenzo meninggal dan mengakibatkan beberapa tahun kemudian nama keluarga Medici diusir keluar dari tahta Florence. Pada penguasa berikutnya Florence diubah menjadi Republik. Dan pada waktu itulah Nicolo Machiavelli mengabdi pada pemerintahan Republik Florence, hingga pada usia ke dua puluh dua tahun ia memperoleh jabatan strategis di bagian layanan sipil. Hingga pada tahun 1512 pemerintahan Republik digulingkan dan Machiavelli ditangkap atas tuduhan berkomplot pada penguasa dan keluarga Medici pun kembali naik tahta. Selang setahun kemudian dirinya dibebaskan dan pensiun. Di sebuah perkebunan kecil di San Casciano, ia menulis sebuah buku yang nantinya akan dipersembahkan pada keluarga Medici yang berkuasa, yakni The Prince "Sang Pangeran" yang ia tulis tahun 1513.
Buku The Prince bukanlah buku pertama yang ditulis oleh Nicolo Machiavelli, karya lainya diantaranya; Discourse Upon the First Ten Books of Titus Livius, lalu, The Art of War, History of Florance, dan La Magdragola. Dalam The Prince, ia megulas banyak cara dan strategi dalam merebut kekuasaan, memelihara tahta, memperlakukan bawahan sampai memperkuat militer untuk penguasa dapat langgeng mempertahankan kekuasaanya. Buku ini secara umum bisa menjadi pedoman praktis bagi pemerintah suatu negara. Salahsatunya dalam bidang pertahanan militer dimana disampaikan didalam buku ini bahwa sebuah negara harus menjadi kuat dengan ukuran militernya. Dia mengarisbawahi pentingnya diberlakukan wajib militer dan mengelola sumber tenaga tentaranya dari dalam negerinya sendiri. Karena sejatinya hanya warga negaranyalah yang bisa dipercaya dan diandalkan. Sebab berdasar pengalamannya sebuah negara yang mengandalkan sumber kekuatan militernya melalui tentara bayaran atau tentara asing dari luar negaranya akan menjadi lemah dan tidak berdaya. Bahkan bisa jadi tentara tersebut membelot dan mengkudeta pemerintahanya.
Memelihara kekuasaan baru
Machiavelli menganjurkan kepada penguasa kerajaan yang mendapat kekuasaan baru dari negeri yang berhasil ia jajah, untuk mendapatkan dukungan dan simpati dari masyarakat jajahanya penguasa harus menyingkirkan atau memusnahkan darah keturunan penguasa lama di negeri tersebut, "Apabila mereka memiliki nasionalisme dan bahasa yang sama maka mereka lebih mudah dipertahankan, khususnya apabila mereka tidak terbiasa dengan ide akan kemerdekaan; dan untuk memiliki mereka sepenuhnya hal yang harus dilakukan adalah dengan memusnahkan semua keluarga pangeran yang sebelumnya memerintah". Dan ia juga menambahkan "yang kedua adalah jangan pernah mengubah undang-undang dan peraturan perpajakan mereka; dengan ini mereka dalam waktu singkat akan bersatu dengan penguasa baru mereka dan membentuk pemerintahan baru". Lalu bagaimana dengan negeri-negeri yang diduduki memiliki bahasa, undang undang dan kebiasaan yang berbeda, Machiavelli menjawab untuk cara terbaik yang bisa dilakukan yakni menjadi sahabat dengan masyarakatnya.Lebih baik Dicintai atau Ditakuti?
Sebagai seorang penguasa, harus pandai-pandai mempengaruhi rakyatnya. Maka dari itu, penguasa harus mempunyai karisma untuk menjadi dicintai atau ditakuti oleh rakyatnya. Machiavelli menjawab persoalan itu, bahwa penguasa harusnya berkeinginan untuk dianggap sebagai seorang yang tidak kejam dan pemaaf, "dari hal ini muncul pertanyaan apakah lebih baik penguasa untuk ditakuti atau dicintai, ataukah dia harus ditakuti lebih daripada dicintai. Jawabanya adalah ini, bahwa dia harus dicintai dan juga ditakuti, namun karena hal ini sulit berjalan berdampingan, maka lebih aman ketika sang raja lebih ditakuti daripada dicintai apabila dari kedua hal ini harus dimiliki". Machiavelli tidak berhenti disitu, ia menambahkan alasanya, "Manusia tidak segan segan membela dia yang mereka takuti daripada mereka cintai karena rasa cinta diikat dengan rantai kewajiban, karena manusia pada dasarnya egois, maka pada saat mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan , rantai tersebut akan putus; namun rasa takut dipertahankan oleh hukuman-hukuman yang menakutkan yang tidak pernah gagal".
Memilih lingkaran Menteri
Satu lagi unsur pemerintahan yang dipimpin oleh seorang penguasa tidak bisa lepas dari yang namanya "para pembantu penguasa". Dalam hal ini ialah para menteri yang selalu bersedia didekat pangeran/penguasa. Seorang pangeran pastinya tidak bisa mngurusi pemerintahanya seorang diri, pastinya ia dibantu oleh orang-orang lain yang dia percaya dan merekalah para penteri itu. Dalam pemilihan sorang menteri merupakan salah satu aspek yang penting; baik maupun buruknya mereka tergantung kebijaksanaan pangeran dalam memilih. Kesan pertama yang kita temui pada seorang penguasa dan kepintaraanya ialah meilhat orang-orang yang ada di sekelilingnya, kompeten atau tidaknya mereka, "Ketika mereka adalah orang orang yang kompeten dan setia maka kita bisa mengangap sang penguasa adalah seorang yang bijaksana karena dia dapat mengenali kemampuan mereka dan membuat mereka tetap setia. Namun apabila mereka adalah kebalikanya dari yang sebelumnya kita akan dapat menilai buruk akan penguasa tersebut karena kesalahan pertama yang dilakukanya dengan melakukan pemilihan ini".
Bagi sebagian, Nicolo Machiavelli adalah seorang yang bengis, licik dan tidak bermoral karena memiliki pemikiran sedemikian rupa. Dia juga dinilai menganjurkan penguasa untuk berbuat menghalalkan segala cara dalam memelihara atau merebut kekuasaan. Namun sebagian orang yang lain mengangap karya Machiavelli "The Prince" ini patut disanjung karena kepiawaiannya menganalisis strategi politik dari pengamatan relaitas yang ada disekelilingnya. Buku ini pun dijuluki oleh Michael H. Hart sebagai "Buku Pedoman Para Diktator". Bukan tanpa alasan pemikiran Nicolo Machiavelli di dalam buku ini menjadi bahan bacaan beberapa peguasa terkenal di berbagai belahan dunia dalam lintasan sejarah yang ada, seperti Napoleon Bonaparte (Kaisar Perancis), Adolf Hitler (Pemimpin Nazi), Benito Mussolini (Pemimpin Partai Fasis Italia), Lenin (Tokoh Revolusioner Komunis), Stalin (Pemimpin Uni Soviet). Dan kabarnya Napoleon selalu tidur dengan buku ini berada di bawah bantal tidurnya.
0 Comments