Sejarah merupakan bagian terpenting dalam pendidikan dan setiap ilmu-ilmu yang dipelajari tidak pernah lepas dari kata sejarah. Tentang pencetus pertama, pelopor, ataupun ilmuan-ilmuan pertama yang berkaitam dengan asal-usul, itu semua merupakan sejarah. Sejarah menjadi bukti dan saksi atas peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu.
Kita semua tentunya tahu bahwa sejarah memiliki manfaat yang besar salah satunya untuk pendidikan. Melalui sejarah, kita dapat mengambil inspirasi keilmuan dan pelajaran atau hikmah. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa tidak semua sejarah ditulis berdasarkan fakta sesungguhnya. Ada yang dibengkokkan sehingga maksud dari sejarah tersbeut menjadi berbeda, ada juga yang di tambahkan peristiwa karangan hanya untuk menarik para pembaca sejarah.
Ungkapan sejarah ditulis oleh para pemenang menjadi salah satu alasan kenapa kita harus teliti dalam mempelajari sejarah. Maksudnya, kita harus benar-benar tahu fakta sejarah sesungguhnya karena sejarah ditulis berdasarkan berbagai macam perspektif. Ketika ditulis melalui sudut pandang para penguasa atau pemenang, maka yang akan diceritakan adalah peristiwa-peristiwa keberhasilan dan kemenangan. Sedangkan sejarah yang ditulis melalui sudut pandang orang yang tertindas maka cerita yang akan ditampilkan adalah cerita penindasan yang menyedihkan. Untuk itulah penting bagi kita untuk pandai dalam menilai sudut pandang sejarah.
Memahami sejarah berarti memahami keseluruhan dari awal hingga akhir, bukan hanya sepenggal-penggal. Sebab, itu akan membuat kesalahpahaman mengenai sejarah. Contoh kecil sejarah yang dibengkokan adalah sejarah Nabi Muhammad. Para kaum kafir mengatakan bahwa Muhammad bukanlah nabi, padahal bukti-bukti sejarah tentang kebenaran Muhammad yang diutus menjadi nabi terlihat jelas dalam Al-Qur’an.
Orang yang berusaha menutupi kebenaran yang terjadi atau membengkokkan sejarah biasanya tidak menggunakan dalil-dalil yang mendukung. Segala argumentasinya berdasarkann hasil pemikiran atau persepsi tanpa landasan. Padahal, dalam peroses mempelajari sejarah tidak cukup hanya menggunakan akal, melainkan penghayatan sejarah tersebut yang disertai data. Apalagi sejarah itu menyangkut biografi seseorang. Butuh penghayatan yang baik agar akal dan hati kita dapat masuk ke dalam ceritanya.
Menurut R.G Collingwood seorang sejarawan besar Inggris menyatakan bahwa untuk menulis sosok historis dengan baik, kita membutuhkan empati sekaligus imajinasi. Itu artinya, dalam penulisan sejarah tidak berdasarkan khayalan-khayalan belaka, tetapi mengambil apa yang sudah diketahui dan memeriksanya dalam konteks ruang dan waktu secara utuh dan menyusunnya menjadi cerita yang tepat. Memeriksa di sini berarti kita memerlukan data-data yang tepat. Jadi, bukan sekadar khayalan atau bayangan mengenai peristiwa, melainkan sesuatu yang sudah diketahui kemudian diperiksa menggunakan data.
Adapun sejarah juga disimbolkan sebagai pengingat ataupun alarm. Hal ini masih berkaitan dengan hikmah atau pelajaran yang dapat diambil dalam sejarah. Seperti ungkapan Soekarno dalam pidatonya yang terkenal “jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Dalam artikel Bintangpustaka.com, ungkapan tersebut ditujukan agar para pemuda Indonesia senantiasa mengenang peristiwa pahit masa lalu. Upaya mengenang ini menjadi pengingat atau alarm untuk kita semua agar selalu berkaca dengan peristiwa masa lalu ketika akan melakukan sesuatu. Tujuannya tentu agar peristiwa itu tidak terulang kembali.
Dalam proses penurunan wahyu saja pasti terdapat peristiwa ataupun alasan yang melatar belakangi. Apalagi kita sebagai manusia yang memiliki ilmu yang secuil, tidak bisa kita menerima sesuatu apapun tanpa alasan yang melatar belakanginya. Singkatnya, dengan mengetahui keseluruhan sejarah kita dapat mengetahui tentang hakikat mengapa kita harus melakukan ataupun larangan untuk tidak melakukan sesuatu.
Oleh: Siti Inayah, Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang.
0 Comments