Dok: Kompasiana.com
Beberapa waktu lalu, seorang politisi
memberikan sebuah materi stadium general, isinya berbicara tentang realitas
politik. Politsi tersebut juga menyinggung bahwa jika ingin seperti dirinya
maka berHMI lah. Seolah sang politisi ingin menyampaikan bahwa HMI merupakan
tangga menuju kesuksesan di kancah politik. Tidak ada yang salah sebenarnya
mengenai pernyataan tersebut. Namun, pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan
bukankah HMI tidak terikat oleh pengaruh politik apapun? Kemudian timbul
pertanyaan baru, dimanakah letak independensi HMI?
Menarik bagi saya untuk membahas tentang
independensi HMI. Sebagaimana kita ketahui dalam buku-buku HMI atau pengetahuan
yang kita dapatkan di LK 1 HMI, HMI dikenal sebagai organisasi independen. Hal
itu juga tertuang dalam pasal 5 Anggaran Dasar HMI yang berbunyi HMI
bersifat Independen. Lalu apa makna independensi? Kata independent berasal
dari bahasa Inggris Independent yang berarti mandiri, tidak bergantung
pada siapaun, dan tidak terikat oleh pengaruh apapun. Dalam konteks politik,
HMI tidak terikat oleh partai politik manapun. HMI tidak bisa dijual atas
kepentingan politik apapun.
Dalam pengertian lain, makna independensi HMI
memiliki 2 aspek, yakni independensi etis dan organisatoris. Independensi etis
mengacu pada kemandirian kader secara pribadi sebagai insan yang merdeka.
Sikap, watak, dan tindakannya selalu mengacu pada kebenaran (hanif). Selain
itu, ada juga independensi organisatoris. Independensi organisatoris bukan
hanya tentang kemandirian suatu organisasi, namun juga mengacu pada komitmen
kader kepada organisasi untuk tetap berada di jalan perjuangan bersama atau
perjuangan menuju kehanifan bersama. Independensi organisatoris merupakan
prinsip HMI untuk tidak terikat dan terpengaruh oleh kepentingan apapun.
Dalam pengertian NDP, independensi berarti
kemerdekaan manusia atas belenggu apapun. Manusia yang tidak bisa dibelenggu,
dikekang, atau diikat oleh kekuatan apapun selain kekuatan Tuhannya. Kalimat
syahadat telah mendeklarasikan bahwa semua manusia pada prinsipnya setara,
tidak ada yang lebih tinggi, hebat, atau pun kuat dan tidak ada yang lebih
hina, rendah ataupun lemah. Semuanya setara. “Tidak ada tuhan selain Allah”
yang jika kita pahami secara mendalam kalimat tersebut memiliki arti tidak ada
belenggu apapun yang bisa membelenggu manusia, selain belenggunya Allah.
Manusia-manusia yang merasa dirinya kuat bahkan menganggap dirinya mampu
mengendalikan manusia di bawahnya (memperbudak), maka mereka adalah orang-orang
yang melampaui batas (thoghut). Mereka disebut melampaui batas karena mencoba
menyetarakan dirinya dengan tuhan (dengan melakukan perbudakan). Maka, melawan
perbudakan adalah sebuah keharusan bagi kader HMI sebagaimana tujuan awal HMI.
Namun saat ini semangat perjuangan untuk
melakukan penyetaraan telah berubah menjadi abu-abu. perjuangan itu telah
berubah menjadi politik balas budi. Siapa kenal siapa, dekat dengan siapa, dapat
apa, dan oleh siapa. Rupanya politik balas budi tidak hanya menjalar di era
pemerintahan mulyono, namun juga di akar tunggak kader HMI. Entah sejak kapan
mungkin sudah lama. Adinda-adinda di bawah dituntut untuk menyuarakan
idealitas, tapi kakanda-kakanda di atas justru bicara realitas. Adinda-adinda
bertanya tentang bagaimana seharusnya, tapi kakanda-kakanda justru bicara
keadaannya. Adinda ini sedang di fase semangat untuk menggelorakan kebenaran, tapi
kakanda mematahkannya dengan berbicara fakta. Semua orang berkumpul dengan
kepentingan masing-masing. Kakanda cari orang, sedangkan adinda cari uang. Merapat
sana-merapat ini yang dibicarakan soal perkaderan tapi dibalik itu semua sebuah
transaksi proyek terjadi. Begitu miris melihat realita yang terjadi.
Lebih lanjut, politisi tersebut juga
mengatakan bahwa sebagai mahasiswa sudah selayaknya melakukan dan menyuarakan
idealitas, namun saat sudah waktunya (seperti si politisi) idealitas perlahan
akan semakin sulit dilakukan. Beliau juga mengatakan tentang 5 kualitas insan
cita, bahwa membicarakan idealitas sangatlah mudah, namun implementasinya
sangat sulit. Sebuah idealitas mustahil diwujudkan tanpa sebuah modal. Dirinya
mengungkapkan bahwa kita tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Kader sebagai tulang punggung untuk kelompok
yang lebih besar tanpa sadar terikat dalam sebuah ikatan. Bukankah dalam
pedoman perkaderan ikatan itu hanya dimaksudkan untuk ikatan cita-cita, visi,
dan misi organisasi yang sama? Artinya kita berjuang atas cita-cita yang sama,
tujuan yang sama, visi dan misi yang sama. Namun faktanya ikatan itu ternyata
bukan hanya untuk organisasi, namun juga untuk kepentingan pihak tertentu.
Menjadi ketua umum komisariat misalnya, yang awal tujuannya untuk membawa
komisariatnya ke arah yang sudah diharuskan, namun faktanya hanya sebagai
tangan pembantu calon pejabat publik yang lebih tinggi. Penyelenggara aksi yang
sudah seharusnya menjadi tokoh pendorong massa untuk menyerukan aspirasinya,
nyatanya hanya menumpang di kendaraan massa untuk mencari keuntungan di pihak
yang diuntungkan. Membuat acara besar sangat mustahil diadakan jika tanpa
tangan-tangan pembantu dibelakangnya. Persis seperti pernyataan tokoh politisi
yang saya sebutkan diatas bahwa kita hidup tidak bisa tanpa tangan-tangan
(bantuan) yang lain. Tentu ini adalah sebuah ikatan. Bukan ikatan untuk
melakukan independesi organisatoris (idealisme organisasi) melainkan ikatan
balas budi.
Kesetaraan yang digaungkan dalam kalimat
syahadat seakan semakin kabur dengan adanya ikatan balas budi tersebut. Tidak
mengapa jika kita berhutang pada yang secara etis memiliki prinsip dan tujuan
yang sama. Namun jika kita salah berhutang, tentu akan berbeda ke belakang.
Kita tidak bisa melakukan perlawanan untuk seseorang yang telah melakukan hal
besar untuk kita. Gerakan kita menjadi sangat terbatas mengingat banyaknya
kebaikan-kebaikan yang dilayangkan untuk kita. Tanpa sadar kita menjadi
terikat, terbelenggu oleh kebaikan-kebaikan yang kita dapatkan. Dan kembali
lagi, kita menjadi tidak setara atau tidak independen.
Tak perlu terlalu jauh sebenarnya untuk
memikirkan independensi organisatoris HMI. Pikirkanlah utamanya mengenai
Independensi etis (pribadi). Apakah kita sebagai kader HMI secara pribadi telah
menjadi insan yang benar-benar mandiri atau dalam NDP disebut insan yang
merdeka? Masihkah kita menerima pemberian orang lain atau bahkan justru kita
yang mencarinya? Independensi etis pada hakikatnya ialah prinsip seorang kader
bagaimana ia menjaga harga diri dari pengaruh kepentingan apapun. Merdeka
sejatinya ialah tidak membiarkan orang lain mengambil keputusan secara pribadi.
Merdeka sejatinya memberikan diri ruang celah untuk berpikir secara matang
tanpa gangguan pengaruh apapun. Ingatkah sumpah yang diucapkan semasa
pelantikan bahwa akan senantiasa menjaga nama baik himpunan?
Segala tindak tanduk seorang kader sejatinya
harus sesuai dengan prinsip, tujuan, dan arah perjuangan HMI. Meskipun
independensi etis berbicara tentang kader secara individu, namun penekanan
utamanya adalah untuk seorang pemimpin. Seorang pemimpin kader HMI tidak boleh
menjual prinsipnya hanya untuk sesuatu yang praktis. Selain itu, seorang
pemimpin harus membawa dan mendorong kader-kader HMI untuk menjaga independensi
etis. Independensi etis adalah kunci terwujudnya independensi organisatoris. Ketika
HMI berhasil menjaga independensinya, ia bukan hanya menjaga harga diri namun
juga memberikan teladan bahwa idealisme akan tetap berjalan tanpa menjual
prinsip dan moral HMI. HMI yang independen akan menjadi pilar kekuatan bagi
umat, bangsa, dan negara.
0 Comments